Sabtu, 08 Januari 2022

Agathe Rouselle Luar Biasa dalam Horror Tubuh Pemenang Palme d’Or

Kembali ke pertengahan 90-an, saat Crash karya David Cronenberg naik ke permukaan, suatu film tentang auto-erotisme yang diadaptasi dari novel JG Ballard tahun 1973, di mana partisipasi Crash pada Cannes Film Festival tahun itu yang dianggap sebagai hal yang memalukan, utamanya bagi presiden juri kala itu yakni Francis Ford Coppola, sutradara trilogy The Godfather, yang dilaporkan sangat menentang ide memenangkan Crash dalam gelar Palme d’Or yang kemudian sebagai gantinya Crash menerima “Special Jury Award” yang gelar itu juga diakui Coppola tidak dapat ia cegah karena keputusannya tidak memerlukan persetujuan dari presiden juri.

Di Inggris, Evening Standard melabeli Crash sebagai “Beyond the bounds of depravity” atau “Melampaui batas Kebejatan”, sementara Daily Mail menyerukan larangan untuk film ini. Hingga akhirnya dalam seperempat abad kemudian filmmaker Prancis yakni Julia Ducournau yang film pertamanya berhasil menarik intensi masyarakat dunia dalam Cannes Film Festival dalam tajuk Raw, kini menghadirkan film barunya dengan judul Titane yang dalam bahasa Indonesianya adalah Titanium. Film yang melambungkan namanya karena tahun ini berhasil meraih Palme d’Or dengan konsep thriller yang menyentil kemiripannya dengan film Crash.

Seperti kebanyakan film Thriller lainnya, ada kesulitan dalam menggambarkan plot Titane yang sesungguhnya. Layaknya The Brood karya David Cronenberg, Titane adalah film dewasa yang dilabeli 18 tahun ke atas karena memuat adegan kekerasan, telanjang, dan pembunuhan di mana ketiga hal itu dibalut dalam perasaan cinta, emosi, dan sepi yang berada pada tingkatan terdalam yang digambarkan melalui fisik karakter utama. Titane berpusat pada Alexia yang diperankan dengan begitu cemerlang oleh Agathe Rouselle, seorang wanita muda dengan pelat titanium di kepalanya setelah kecelakaan mobil yang ia alami saat masih kecil.

Bagai trauma, titanium di kepalanya mulai mempengaruhi bagaimana Alexia bersikap dalam pekerjaan yang kebetulan sebagai penari erotis dalam pameran mobil. Hubungan singkatnya memunculkan suatu perasaan, yang dalam frasa Prancis dikenal sebagai “la petite mort”. (video memunculkan definisi la petite mort), hubungan sesaat itu yang membuat Alexia memajukan persneling emosi dalam dirinya dan menempatkan Alexia pada posisi yang tidak pernah ia duga-duga sebelumnya.

Gejolak dalam diri yang kemudian menimbulkan mala petaka malam itu dalam pembantaian yang merenggut nyaris seluruh teman-temannya. Alexia harus menghilang, jadi dia memotong rambut, mematahkan hidung, mengikat payudara dan perutnya yang membesar dengan bayi yang ada di rahim. Tidak lupa ia membakar rumahnya, dan mengadopsi identitas baru sebagai Adrien, seorang anak laki-laki yang menghilang bertahun-tahun yang lalu. Klaim Alexia sebagai Adrien ini sedikit banyaknya menarik cerita ke The Return of Martin Guerre rilisan 1982 karya Daniel Vigne atau Changeling rilisan 2008 karya Clint Eastwood.

Adapun ayah dari Adrien yang bekerja sebagai kepala pemadam kebakaran yakni Vincent yang diperankan oleh Vincent Lindon menerima Alexia dengan gembira tanpa mengetahui bahwa Adrien yang ada di pelukannya bukanlah Adrien yang ia kenal. Untuk menggambarkan rasa gembira Vincent mungkin dialog ini bisa mewakili,

“Siapa pun yang menyakitimu, aku akan membunuh mereka. Bahkan jika itu aku, Aku akan bunuh diri, sumpah.”

Ducournau menggambarkan Titane sebagai upaya untuk berbicara tentang cinta tanpa berkata-kata, jadi tarian memainkan peran begitu penting. Dari Alexia yang bekerja sebagai penari erotis di pameran mobil, hingga Vincent yang ingin memenangkan hati Adrien kembali dengan menari dalam lagu riang gembira. Gerakan dan fisik berbicara begitu banyak.

Sementara itu dalam keterhubungan antara Alexia dan Vincent ada suatu hal simetri rapi yang berubah, keduanya terbiasa menatap bayangan mereka sendiri saat mereka berjuang untuk mengendalikan diri jasmani mereka. Di saat, Alexia berusaha membungkus perut hamilnya dengan perban, Vincent melawan usia tuanya dengan suntikan agar ia bisa tetap bugar dan kuat. Keduanya menghuni tubuh yang menolak untuk berperilaku sebagaimana mestinya. Keduanya memiliki kebutuhan emosional yang kuat yang tidak dapat mereka tahan.

Sangat mudah terpesona oleh set piece mobil-seks yang menjadi berita utama dan mutasi daging-logam gaya Tetsuo: The Iron Man pada film Titane. Namun tidak seperti Zoe Wittock dalam Jumbo yang luar biasa, di mana Noemie Merlant yang memiliki hubungan penuh gairah dengan suatu wahana pasar malam, Titane tentu bukan film yang mengandung unsur “mechanophilia”. Sebaliknya, Titane adalah fabel yang menggunakan leksikon horror dengan pembunuhan berantai, dan identitas palsu untuk menggapai cinta sesungguhnya dalam kulit tanpa suatu syarat. Sama seperti Raw yang menggunakan kanibalisme untuk membahas ikatan keluarga dan trauma usia dewasa.

Beberapa akan terpukau dan banyak lainnya akan menolak. Tetapi untuk kalian dengan selera cinema yang tidak peduli dengan satu adegan tembak-tembakan saja, Ducournau datang dengan hasil yang memuaskan, dibantu oleh visual ciamik dari Ruben Impens, setiap adegan dirancang membuat nadi kita berdenyut kencang dengan erangan layaknya jantung seluloid tiada tanding.

Previous Post
Next Post

0 Comments: