Senin, 19 Juli 2021

Kanto Vs Kansai - Dua Wilayah Metropolitan dengan Masyarakat yang Saling Bertolak Belakang

Minggu ini gua baru beres nonton film anime Josee, the Tiger, and the Fish yang kalau di Jepang sebenarnya rilis akhir tahun 2020 lalu. Ketertarikan gua nonton film ini datang setelah gua liat trailernya yang ngingetin gua ke film-filmnya Makoto Shinkai seperti Kimi no Nawa dan Tenki no Ko yang kece abis.

Singkatnya film ini menceritakan Tsuneo, seorang mahasiswa yang bermimpi dapat kuliah di Meksiko untuk mewujudkan mimpinya berenang di laut Meksiko. Untuk mewujudkan mimpinya itu, Tsuneo bekerja keras mengumpulkan uang, salah satunya kerja sambilan di toko persediaan alat diving. tapi karena merasa kurang, Tsuneo mencari pekerjaan tambahan dan ia ditawari pekerjaan merawat Josee, wanita yang memiliki penyakit sejak lahir sehingga membuat kakinya lumpuh.

Quick Review aja dari gua, kalau film ini benar-benar bagus banget dari segi visual yang ciamik dan scoring musik yang kece abis. Ini berdasarkan preferensi gua ya karena memang gua yang suka lagu-lagunya Eve semenjak lagunya jadi opening song anime Jujutsu Kaisen. Animasi visualnya juga digambarkan dengan begitu indah sama studio Bones yang namanya sudah cukup terkenal setelah anime garapannya yang banyak disukai penggemar seperti Boku no Hero series, Fullmetal Alchemist, dan Noragami. Tapi kayaknya anime ini tidak hanya digarap sendiri oleh Bones deh karena di deretan kredit filmnya nunjukin juga nama beberapa studio yang juga ikut serta dalam pengembangan film ini dan salah satunya gua familiar banget yaitu wit studio, animator anime Attack on Titan Season 1-3.

Di segi ceritanya, anime ini membawa kisah melodrama yang sayangnya sudah banyak diterapkan di banyak film-film lainnya, hanya dimodif dengan poin-poin wahh saja hingga akhirnya ngebuat penontonnya ikutan wahh. Tapi balik lagi, tidak ada yang begitu spesial dari plot cerita film ini.

Yang justru menarik perhatian gua, bukan hanya visual, scoring, atau plot cerita tapi dialek Kansai yang digunakan sepanjang film ini utamanya yang diucapin Josee selama film ini bergulir. Kalian tahu gak kalau rupanya ada 47 accent yang tersebar di seluruh Jepang dengan 2 aksen utamanya dibedakan menjadi Kanto dan Kansai dengan dimana Kanto berpusat di Tokyo sementara Kansai di Osaka. Karena Josee, The Tiger and the Fish bersetting di Osaka maka tidak heran Josee menggunakan aksen Kansainya Osaka. Jadi lebih lanjut gua bakal jelasin perbedaan antara 2 kota paling populer di Jepang ini.

1.      Perbedaan Dialek

Salah satu perbedaan terbesar yang dapat dengan mudah kita ketahui dari Kanto dan Kansai adalah cara penduduk setempat berbicara bahasa Jepang. Singkatnya, gaya yang digunakan kedua wilayah tersebut dapat digambarkan sebagai monoton untuk Kanto versus Ekspresif untuk Kansai.

Bahasa Jepang yang kalian dengar di daerah Kanto seperti Tokyo, Chiba, atau Yokohama dapat disebut sebagai “Bahasa Jepang Standart”. Nadanya sangat datar dan lugas, dan itulah yang biasa kalian dengar di media seperti TV atau film. Sementara dialek Kansai hadir dengan kepribadiannya sendiri. Nadanya begitu dinamis, yang membuat dialek kansai bisa jadi sulit untuk dipahami bahkan oleh penduduk asli Kanto, apalagi bagi orang non-Jepang yang baru tinggal di daerah tersebut.

Berikut beberapa perbedaan antara bahasa Jepang Kanto vs Kansai

·         Terima kasih

-         Arigato in Standard, Okini in Kansai

·         Keren

-         Kakkoii in Standard, Shutto shiteru in Kansai

·         Teman

-         Tomodachi in Standard, Tsure in Kansai

·         Permisi

-         Sumimasen in Standard, Sunmasen in Kansai

·         Mother

-         Okasan in Standard, Okan in Kansai

Karena sifat emosional dan ekspresif sangat terkenal pada dialek orang-orang Kansai, hal ini dilihat oleh orang-orang Kanto cukup kasar dan kurang pantas, sehingga mendorong beberapa penduduk asli Kansai yang tinggal di kota-kota seperti Tokyo untuk mencoba dan menyembunyikan aksen mereka.

Faktor itulah yang kemudian membuat banyak orang non-Jepang merasa jauh lebih mudah memulai pembicaraan dengan seseorang dari wilayah Kansai karena mereka lebih ramah dengan orang asing. Orang Jepang dari daerah Kansai dikenal sangat ramai dan riuh, dengan suara keras dan selera humor apapun. Jenis humor ini mungkin tidak begitu cocok dengan orang-orang dari wilayah Kanto yang biasanya lebih pendiam.

Sebagian orang dari Kansai memaknai ketenangan orang Kanto sebagai sifat dingin. Beberapa hipotesis menjelaskan bahwa kepribadian yang kontras di Kanto khususnya di Tokyo karena budaya kerja yang serba cepat dan selalu aktif di mana sepertinya tidak ada waktu untuk berteman, apalagi memulai percakapan dengan orang asing.

Faktor lain yang berkontribusi adalah bahwa Tokyo adalah kota transplantasi, dengan banyak penduduknya yang bermigrasi dari bagian lain Jepang. Karena latar belakang dan adat yang beragam, berpotensi menimbulkan konflik satu sama lain, sehingga orang-orang Tokyo percaya bahwa masyarakat di kota metropolitan akan lebih damai dan aman jika semua orang menjaga diri mereka sendiri.

Orang-orang dari wilayah Kanto dan Kansai mungkin memiliki prasangka mereka sendiri tentang satu sama lain, dan beberapa dari prasangka itu kemudian menimbulkan sedikit banyaknya respon kurang baik diantara mereka. Namun, kedua gaya hidup dikotomis ini bekerja sama untuk kemudian memberi Jepang karakter multi-segi yang buat gua makin pengen tahu lebih banyak.

Previous Post
Next Post

0 Comments: