Selasa, 02 Juli 2019

Review The Lord of the Rings: The Return of the King | “Akhir Epik yang Luar Biasa!”

The Lord of the Ring: The Return of the King adalah sebuah film adventure-fantasy yang disutradarai dan ditulis oleh Peter Jackson berdasarkan seri ketiga dari novel karangan J.R.R. Tolkien yang berjudul sama. Film ini menjadi penutup trilogy The Lord of the Ring dan menjadi presekuel dari trilogy film The Hobbit.

PROFIL


Judul Film                    : The Lord of the Rings: The Return of the King
Rilis Perdana               : 1 December 2003 (Wellington, Selandia Baru)
Durasi Bioskop           : 201 menit
Sutradara                     : Peter Jackson
Penulis                          : Fran Walsh, Philippa Boyens, Peter Jackson, J.R.R. Tolkien (novel)
Pemeran                       : Elijah Wood, Viggo Mortensen, Ian McKellen
Studio Produksi          : New Line Cinema
Distributor Film          : New Line Cinema
Genre                            : Adventure, Drama, Fantasy

SINOPSIS


Melanjutkan kisah dari The Lord of the Rings: Two Towers, Frodo, Sam, dan Smeagol kembali berjalan ke Mount Doom untuk menghancurkan One Ring. Di lain sisi, The Followship dan pasukan sekutu tengah bersiap untuk menghadapi perang akbar melawan Sauron dan pasukannya di Minas Tirith, ibukota Gondor.

REVIEW

(Spoiler Warning) Dari sini hingga seterusnya, tulisan ini akan mengandung konten-konten spoiler dari film The Lord of the Rings: The Return of the King, tapi bila kalian fine-fine aja dengan spoiler yah monggo dilanjutin.

The Lord of the Rings: The Return of the King dimulai dengan kisah masa lalu Smeagol ketika masih muda. Saat itu, dia sedang memancing bersama dengan kawannya Deagol. Karena tarikan ikannya sangat kuat, Deagol pun tertarik ke dalam sungai dan menemukan One Ring. Ketika dia menunjukkannya pada Smeagol, Smeagol membunuhnya dan merebut One Ring dari tangan Deagol. Obsesi berlebihannya pada One Ring yang menyebabkan dirinya menjadi seperti sekarang ini.


Menjadi film terakhir dari kisah panjang Frodo dkk, film ini mengakhirinya dengan sangat megah dan luar biasa. Detail dari semua hal yang kita inginkan, ada di film ini. Pertarungan, drama, dan petualangannya benar-benar menghibur. Sebagaimana film fantasy seharusnya berjalan.

Pertaruhan besar dilakukan Peter Jackson pada karirnya. Bila ia gagal mengeksekusi film ini dengan baik, bukan hanya karirnya yang hancur akan tetapi hujatan dan hinaan akan menyertainya terus-terusan. Beruntung baginya, dia sadar atas kesalahan yang dia lakukan pada “Two Towers” dan tidak mengulanginya kali ini.   


Bukti nyatanya bisa diliat dari track record film ini di Piala Oscar. Dari 11 nominasi yang didapatnya, semuanya menghasilkan piala Oscar. Bahkan raihan ini mengalahkan kehebatan Titanic (1997) karya James Cameron yang melepas 3 dari 14 nominasi yang didapatnya ke film lain. Mulai dari Best Picture, Best Director, Best Adapted Screenplay, hingga Best Visual Effect semuanya diraih oleh The Lord of the Rings: The Return of the King.   


Mengingat ini menjadi penutup trilogy epik The Lord of the Rings, ada banyak cerita yang harus diakhiri. Mulai dari kisah perjalanan Frodo, Perang antara The Followship of the Rings dan pasukan sekutu melawan Sauron dan pasukan Orc-nya, dan rencana busuk Smeagol, semuanya harus diakhiri di film ini.


Kelemahan dari film yang mengangkat berbagai macam alur cerita adalah terkadang dari tiga alur cerita yang diangkat, hanya satu saja yang ceritanya benar-benar menarik dan bagus kemudian sisanya dianggap pelengkap yang seharusnya tidak perlu ada. Tapi tidak dengan film ini. Semua alur cerita yang diangkat benar-benar menghibur dan asyik untuk mencari tahu kelanjutannya.


Tentang apakah Frodo dan Sam bisa menghancurkan One Ring, tentang apakah Aragorn mau mengambil tahtanya dan duduk sebagai Raja Gondor yang sah, dan tentang tipu muslihat Smeagol. Semuanya benar-benar menghanyutkan kita ke dalam dunia fantasy The Lord of the Rings.


Gagasan menjadikan Frodo dan Aragorn sebagai tokoh utama di pihak dwarf dan manusia adalah pilihan yang tepat. Keduanya menjadi penentu kemenangan kebaikan terhadap kejahatan. Frodo dan Sam berhasil menyelesaikan misinya menghancurkan One Ring di lava Mount Doom, di lain sisi Aragorn dan pasukannya menjadi penyelamat dengan mengalahkan seluruh pasukan Orc yang menyerbu Minas Tirith.


Durasi film yang 3 jam lebih tidak disia-siakan Peter Jackson untuk bisa mengurai cerita miliknya sedetail mungkin. Kisahnya tidak lagi ditahan-tahan dan dibawakan dengan ciamik melalui gaya penceritaan ala dongeng pengantar tidur. Tidak lupa sisi romance juga diangkat walau tidak menjadi poin utama tentunya, tapi tetap menarik untuk diikuti.


Jujur saya kehabisan kata-kata untuk mengurai betapa takjubnya saya dengan penulisan naskah nya. Simpelnya, kalau kalian menyukai TV Series “Game of Thrones” maka kalian akan lebih menyukai film ini.


Deretan aktor dan aktris papan atas Hollywood menghiasi daftar cast film ini. Sebut saja, Ian McKellen (Magneto: X-Men), Orlando Bloom (Will Turner: Pirates of the Carribean), Viggo Mortensen (Tony Lip: Green Book) dan Andy Serkis (Caesar: The Planet of Apes) mengambil bagian besar di film ini.   


Dari semua cast yang ada, respect tertinggi saya tujukan pada Andy Serkis yang sukses memerankan karakter Smeagol dengan sempurna. Pendalaman karater dan kepiawaiannya dalam berakting menunjukkan kelasnya sebagai aktor Hollywood papan atas. Dirinya sendiri seakan menjadi spesialis karakter CGI. Satu dekade setelah film ini, ia kembali memerankan karakter CGI yakni Caesar, monyet berjiwa manusia di film “Rise of the Planet of the Apes” (2011).


Selain plot cerita yang luar biasa, visual effect computer/CGI yang ditontonkan pun begitu memanjakan mata. Dalih menganggap CGI film ini akan terasa murahan, visual effect yang disuguhkan justru membuat kita tidak bisa mempercayai bahwa film ini diproduksi di rentang tahun 1997-2002. Bahkan saya berani mensejajarkan visual effect film ini dengan film-film blockbuster sekelas The Avengers yang megah dan riuh itu.


Penggambaran dunia fantasy yang indah dan pertarungan ala kolosal di The Battle of Pelennor Fields seakan mengajak kita untuk ikut serta hadir ditengah-tengah mereka. Bahkan beberapa kali saya bertepuk tangan melihat penggambaran monumen-monumen besar ala dongen fantasy yang dibuat dengan penuh keseriusan. Tidak salah memang film ini meraih Best Visual Effect di Oscar 2004.


Film ini ditutup dengan Frodo menyelesaikan tulisan dongeng karyanya dalam tajuk “The Lord of the Rings” dan ikut bersama Gandalf menyebrani lautan untuk memenuhi panggilan hidup yang baru. Frodo berpisah dengan sahabat-sahabatnya, terutama Sam yang telah menemaninya berpetualang menghancurkan One Ring. Filmpun diakhiri dengan Happy Ending.

PEMERAN


Untuk Cast & Crew film ini bisa dilihat di sini

KESIMPULAN DAN RATING

Overall film ini sangat cocok untuk kamu yang memang menyukai genre film adventure-fantasy dengan penggambaran dunia dongeng yang memukau. Tapi hati-hati aja yah nontonnya, soalnya durasi filmnya yang panjang bisa menyebabkan sakit pinggang dan nyeri nahan buang air :v

Dan untuk rating film ini, saya berikan rating


“Death is just another path, one that we all must take.”
~Gandalf~

Salam.

Previous Post
Next Post

0 Comments: