Nomadland sebagai pemenang best
picture Oscar 2021 sudah menerima banyak pujian secara luas karena kisah puitis
dan realismnya. Ini adalah sebuah dokumenter: diadaptasi dari buku non fiksi,
di mainkan oleh karakter-karakter yang memerankan dirinya sendiri, dan tanpa
green screen, semua setting film adalah lanskap nyata dan workplaces. Yang
kemudian mengungkap kebenaran dari suatu cerita fiksi yang tidak biasa.
Sebenarnya ini bukanlah ide baru, tapi film ini yang kemudian kiranya memberi
energi bagi sinema Amerika.
Film lainnya yakni Bloody Nose,
Empty Pockets merupakan hal yang nyaris serupa. Film ini disajikan sebagai film
dokumenter fly-on-the-wall dari malam terakhir pada suatu bar di Vegas, tapi
faktanya setting barnya sendiri berada di New Orlens. “Pelanggan tetap” dari
bar itu kemudian diundang menjadi pemeran di film itu. Bloody Nose, Empty
Pockets diputar di Sundance Film Festival sebagai bagian dari kategori
nonfiksi, tapi itu tidak sepenuhnya benar. Si sutradara memiliki kategorinya
sendiri: yakni “Non-Biner”. Karena saya rasa bila film ini dianggap sebagai
film fiksi, maka penonton harus menonton film ini melalui sudut pandang lain.”
Kata wakil sutradara Bill Ross. “Tapi Jika Kamu menayangkannya sebagai film
nonfiksi, itu hanya akan membuat orang heran. Tidak ada jalan tengah yang
benar-benar benar.”
Jalan tengah yang serba berantakan
ini mengambil banyak hal: mulai dari neorealisme Italia hingga Abbas
Kiarostami, Mockumentaries hingga footage-footage horror yang ditemukan.
Film-film Chloe Zhao sebelumnya, Songs My Brothers Taught Me dan The Rider,
juga mengaburkan garis drama/dokumenter dengan efek yang luar biasa. Nomadland
juga mengingatkan kita pada Alma Harel pada tahun 2011 milik Bombay Beach yang
banyak diselingi tarian surealis. Atau film konyol jenaka yakni Borat yang
mengadopsi orang-orang nyata ke dalam narasi mereka. Sekali lagi, hasilnya
mengungkapkan sisi Amerika yang belum pernah kita lihat sebelumnya, dan dalam
kasus Rudy Giuliani, mungkin ia tidak pernah menginginkannya.
Kita hanya kurang percaya diri.
Pada tahun 1980, Ruggero Deodato, sutradara film Cannibal Holocaust harus
membuktikan di pengadilan bahwa ia tidak benar-benar membunuh siapapun yang
terlibat dalam film itu. yahh faktanya, kita tidak benar-benar tahu apa yang
kita dapatkan.
Ketika kalian memikirkannya,
Nomadland benar-benar sangat dekat dari acara “Kenyataan yang terstruktur”
seperti Made in Chelsea atau Keeping Up With the Kardashians. Atau memang, The
Apprentice, yang kejujurannya di atas panggung membantu menyakinkan orang-orang
bahwa Donald Trump adalah orang yang kompeten dan waras. Mungkin mengaburkan
batas antara fiksi dan non fiksi memunculkan sejumlah konsekuensi. Yahh gua
sendiri cukup suka kalau kebenaran ditaburi bumbu fiksi, tapi gua gak pernah
suka kalau fiksi dianggap sebagai suatu kebenaran. Karena memang fiksi is hoax.
0 Comments: