Selasa, 13 Juli 2021

Nomadland: Apakah suatu kisah terstruktur menjadi tren baru yang menarik atau hanya angin lewat saja?

Nomadland sebagai pemenang best picture Oscar 2021 sudah menerima banyak pujian secara luas karena kisah puitis dan realismnya. Ini adalah sebuah dokumenter: diadaptasi dari buku non fiksi, di mainkan oleh karakter-karakter yang memerankan dirinya sendiri, dan tanpa green screen, semua setting film adalah lanskap nyata dan workplaces. Yang kemudian mengungkap kebenaran dari suatu cerita fiksi yang tidak biasa. Sebenarnya ini bukanlah ide baru, tapi film ini yang kemudian kiranya memberi energi bagi sinema Amerika.

Film lainnya yakni Bloody Nose, Empty Pockets merupakan hal yang nyaris serupa. Film ini disajikan sebagai film dokumenter fly-on-the-wall dari malam terakhir pada suatu bar di Vegas, tapi faktanya setting barnya sendiri berada di New Orlens. “Pelanggan tetap” dari bar itu kemudian diundang menjadi pemeran di film itu. Bloody Nose, Empty Pockets diputar di Sundance Film Festival sebagai bagian dari kategori nonfiksi, tapi itu tidak sepenuhnya benar. Si sutradara memiliki kategorinya sendiri: yakni “Non-Biner”. Karena saya rasa bila film ini dianggap sebagai film fiksi, maka penonton harus menonton film ini melalui sudut pandang lain.” Kata wakil sutradara Bill Ross. “Tapi Jika Kamu menayangkannya sebagai film nonfiksi, itu hanya akan membuat orang heran. Tidak ada jalan tengah yang benar-benar benar.”

Jalan tengah yang serba berantakan ini mengambil banyak hal: mulai dari neorealisme Italia hingga Abbas Kiarostami, Mockumentaries hingga footage-footage horror yang ditemukan. Film-film Chloe Zhao sebelumnya, Songs My Brothers Taught Me dan The Rider, juga mengaburkan garis drama/dokumenter dengan efek yang luar biasa. Nomadland juga mengingatkan kita pada Alma Harel pada tahun 2011 milik Bombay Beach yang banyak diselingi tarian surealis. Atau film konyol jenaka yakni Borat yang mengadopsi orang-orang nyata ke dalam narasi mereka. Sekali lagi, hasilnya mengungkapkan sisi Amerika yang belum pernah kita lihat sebelumnya, dan dalam kasus Rudy Giuliani, mungkin ia tidak pernah menginginkannya.

Kita hanya kurang percaya diri. Pada tahun 1980, Ruggero Deodato, sutradara film Cannibal Holocaust harus membuktikan di pengadilan bahwa ia tidak benar-benar membunuh siapapun yang terlibat dalam film itu. yahh faktanya, kita tidak benar-benar tahu apa yang kita dapatkan.

Ketika kalian memikirkannya, Nomadland benar-benar sangat dekat dari acara “Kenyataan yang terstruktur” seperti Made in Chelsea atau Keeping Up With the Kardashians. Atau memang, The Apprentice, yang kejujurannya di atas panggung membantu menyakinkan orang-orang bahwa Donald Trump adalah orang yang kompeten dan waras. Mungkin mengaburkan batas antara fiksi dan non fiksi memunculkan sejumlah konsekuensi. Yahh gua sendiri cukup suka kalau kebenaran ditaburi bumbu fiksi, tapi gua gak pernah suka kalau fiksi dianggap sebagai suatu kebenaran. Karena memang fiksi is hoax.

Previous Post
Next Post

0 Comments: