Sabtu, 08 Januari 2022

Review Don’t Look Up - Film Serius yang dianggap Komedi

Michael Bay melalui Armageddon rilisan 1998 mengisahkan para ilmuwan yang menemukan suatu asteroid raksasa yang dalam jalur lurus menuju ke Bumi dan Amerika Serikat menggunakan semua kemampuannya untuk merekrut sejumlah orang yang sebenarnya belum pernah pergi ke luar angkasa untuk menyelamatkan dunia. Namun setelah puluhan tahun dengan Armageddon, berbagai film tentang perubahan iklim agaknya disentil dengan idealisme jingoistik sehingga filmnya menjadi sekedar fantasi belaka.

Adam McKay hadir dengan nafas baru di Don’t Look Up sebagai film komedi brutal yang mengisahkan bagaimana keserakahan, politik, dan hoax akan menghancurkan kita semua.

Film ini benar-benar bertabur dengan bintang, dimulai dengan fiksi ilmiah apokaliptik klasik yang di inisialisasi oleh Kate Dibiasky yang diperankan oleh Jennifer Lawrence menemukan suatu komet saat ia sedang meneliti untuk gelar PhD nya di Michigan State University. Temuannya itu ia bagikan ke profesornya yakni Dr. Randall Mindy yang diperankan oleh Leonardo DiCaprio di mana saat mereka mencoba menghitung lintasan komet rupanya komet itu yang disebut sebagai Komet Dibiasky akan menabrak bumi dalam kurun waktu 6 bulan. Setelah menghubungi NASA, mereka dengan cepat dibawa pergi untuk memberitahukan hal ini pada presiden, namun presiden justru memberikan reaksi yang mengejutkan.

Presiden Janie Orlean yang diperankan oleh Meryl Streep merupakan penggambaran dari sosok Presiden Donald Trump yang terkesan flamboyan dan tidak takut dengan pers. Dia dan putranya yang menjabat sebagai kepala staf yakni Jason Orlean yang diperankan Jonah Hill mengabaikan penemuan sains Kate dan menganggapnya sebagai suatu candaan.

McKay bukan orang baru dalam adaptasi film pemerintahan, sebelumnya ia berhasil membawa kesemerawutan krisis 2008 melalui The Big Short, dan 2019 ia datang dengan kisah karir wakil presiden Dick Cheney dalam Vice, dan sekarang di Don’t Look Up bagaikan perpanjangan tangan dari film-film McKay sebelumnya yang menunjukkan bagaimana kita semua menderita hanya untuk kepentingan segelintir orang yang memiliki kekayaan dan kekuasaan.

Dr. Mindy dan Kate mencoba membawa penemuannya ini pada pers, tetapi mereka gagal mendapatkan daya tarik yang cukup. Berita ini dibawa ke TV pun, Kate justru di cap sebagai seorang idiot yang hanya suka berbicara histeris tanpa mengetahui apa yang ia bicarakan. Para astronom di sini berjuang mati-matian untuk mempertahankan perhatian publik yang lebih tertarik pada gosip-gosip selebriti yang kebetulan diwakilkan oleh karakter bintang pop Riley Bina yang diperankan oleh Ariana Grande.

Segalanya menjadi semakin memburuk saat miliarder teknologi Peter Isherwell yang diperankan Mark Rylance ikut terlibat dalam situasi ini. Meskipun karakternya sama sekali tidak menggambarkan tokoh dunia nyata seperti Mark Zuckerberg, Elon Musk, atau Jeff Bezos, Rylance entah bagaimana berhasil mewujudkan kualitas yang dimiliki oleh Peter sebagai sosok kapitalis yang suka berbicara lembut, seorang yang percaya pada diri dan kekuatannya, mungkin karena kekayaan dan pengaruh yang ia miliki dapat menutup matanya dari konsekuensi apa yang ditimbulkan dari kegagalan yang bisa timbul. Karakternya adalah manifestasi dari seorang kapitalis yang gila keserakahan.

Begitu banyak polemik film ini yang terasa begitu relate dengan kehidupan kita sebagai masyarakat, seperti kepala NASA yang diangkat menjadi ahli anestesi politik tepat setelah ia mengundurkan diri, atau orang tua Kate yang menolak berbicara dengan Kate dengan mengatakan “Kami tidak ingin berbicara tentang politik”. Bahkan dengan semua alur Don’t Look Up yang membelok ke arah absurdisme, rasanya menjadi terlalu mengada-ada dan membuat kita bertanya-tanya apakah film ini datang dengan suatu perbedaan.

Untuk mengetahuinya, nonton filmnya

Semoga review ini bermanfaat bagi kalian, kalian yang tertarik nonton filmnya bisa langsung capcus dan nonton filmnya di Netflix. Dan please jangan nonton filmnya di youtube atau apalagi nonton alur ceritanya. Let’s experience diri kita dengan menonton film yang bagus dan menarik sehingga kita bisa lebih memahami makna yang ingin dibawakan sutradara filmnya kepada kita.

Itu saja dari gua, stay safe gaes

Agathe Rouselle Luar Biasa dalam Horror Tubuh Pemenang Palme d’Or

Kembali ke pertengahan 90-an, saat Crash karya David Cronenberg naik ke permukaan, suatu film tentang auto-erotisme yang diadaptasi dari novel JG Ballard tahun 1973, di mana partisipasi Crash pada Cannes Film Festival tahun itu yang dianggap sebagai hal yang memalukan, utamanya bagi presiden juri kala itu yakni Francis Ford Coppola, sutradara trilogy The Godfather, yang dilaporkan sangat menentang ide memenangkan Crash dalam gelar Palme d’Or yang kemudian sebagai gantinya Crash menerima “Special Jury Award” yang gelar itu juga diakui Coppola tidak dapat ia cegah karena keputusannya tidak memerlukan persetujuan dari presiden juri.

Di Inggris, Evening Standard melabeli Crash sebagai “Beyond the bounds of depravity” atau “Melampaui batas Kebejatan”, sementara Daily Mail menyerukan larangan untuk film ini. Hingga akhirnya dalam seperempat abad kemudian filmmaker Prancis yakni Julia Ducournau yang film pertamanya berhasil menarik intensi masyarakat dunia dalam Cannes Film Festival dalam tajuk Raw, kini menghadirkan film barunya dengan judul Titane yang dalam bahasa Indonesianya adalah Titanium. Film yang melambungkan namanya karena tahun ini berhasil meraih Palme d’Or dengan konsep thriller yang menyentil kemiripannya dengan film Crash.

Seperti kebanyakan film Thriller lainnya, ada kesulitan dalam menggambarkan plot Titane yang sesungguhnya. Layaknya The Brood karya David Cronenberg, Titane adalah film dewasa yang dilabeli 18 tahun ke atas karena memuat adegan kekerasan, telanjang, dan pembunuhan di mana ketiga hal itu dibalut dalam perasaan cinta, emosi, dan sepi yang berada pada tingkatan terdalam yang digambarkan melalui fisik karakter utama. Titane berpusat pada Alexia yang diperankan dengan begitu cemerlang oleh Agathe Rouselle, seorang wanita muda dengan pelat titanium di kepalanya setelah kecelakaan mobil yang ia alami saat masih kecil.

Bagai trauma, titanium di kepalanya mulai mempengaruhi bagaimana Alexia bersikap dalam pekerjaan yang kebetulan sebagai penari erotis dalam pameran mobil. Hubungan singkatnya memunculkan suatu perasaan, yang dalam frasa Prancis dikenal sebagai “la petite mort”. (video memunculkan definisi la petite mort), hubungan sesaat itu yang membuat Alexia memajukan persneling emosi dalam dirinya dan menempatkan Alexia pada posisi yang tidak pernah ia duga-duga sebelumnya.

Gejolak dalam diri yang kemudian menimbulkan mala petaka malam itu dalam pembantaian yang merenggut nyaris seluruh teman-temannya. Alexia harus menghilang, jadi dia memotong rambut, mematahkan hidung, mengikat payudara dan perutnya yang membesar dengan bayi yang ada di rahim. Tidak lupa ia membakar rumahnya, dan mengadopsi identitas baru sebagai Adrien, seorang anak laki-laki yang menghilang bertahun-tahun yang lalu. Klaim Alexia sebagai Adrien ini sedikit banyaknya menarik cerita ke The Return of Martin Guerre rilisan 1982 karya Daniel Vigne atau Changeling rilisan 2008 karya Clint Eastwood.

Adapun ayah dari Adrien yang bekerja sebagai kepala pemadam kebakaran yakni Vincent yang diperankan oleh Vincent Lindon menerima Alexia dengan gembira tanpa mengetahui bahwa Adrien yang ada di pelukannya bukanlah Adrien yang ia kenal. Untuk menggambarkan rasa gembira Vincent mungkin dialog ini bisa mewakili,

“Siapa pun yang menyakitimu, aku akan membunuh mereka. Bahkan jika itu aku, Aku akan bunuh diri, sumpah.”

Ducournau menggambarkan Titane sebagai upaya untuk berbicara tentang cinta tanpa berkata-kata, jadi tarian memainkan peran begitu penting. Dari Alexia yang bekerja sebagai penari erotis di pameran mobil, hingga Vincent yang ingin memenangkan hati Adrien kembali dengan menari dalam lagu riang gembira. Gerakan dan fisik berbicara begitu banyak.

Sementara itu dalam keterhubungan antara Alexia dan Vincent ada suatu hal simetri rapi yang berubah, keduanya terbiasa menatap bayangan mereka sendiri saat mereka berjuang untuk mengendalikan diri jasmani mereka. Di saat, Alexia berusaha membungkus perut hamilnya dengan perban, Vincent melawan usia tuanya dengan suntikan agar ia bisa tetap bugar dan kuat. Keduanya menghuni tubuh yang menolak untuk berperilaku sebagaimana mestinya. Keduanya memiliki kebutuhan emosional yang kuat yang tidak dapat mereka tahan.

Sangat mudah terpesona oleh set piece mobil-seks yang menjadi berita utama dan mutasi daging-logam gaya Tetsuo: The Iron Man pada film Titane. Namun tidak seperti Zoe Wittock dalam Jumbo yang luar biasa, di mana Noemie Merlant yang memiliki hubungan penuh gairah dengan suatu wahana pasar malam, Titane tentu bukan film yang mengandung unsur “mechanophilia”. Sebaliknya, Titane adalah fabel yang menggunakan leksikon horror dengan pembunuhan berantai, dan identitas palsu untuk menggapai cinta sesungguhnya dalam kulit tanpa suatu syarat. Sama seperti Raw yang menggunakan kanibalisme untuk membahas ikatan keluarga dan trauma usia dewasa.

Beberapa akan terpukau dan banyak lainnya akan menolak. Tetapi untuk kalian dengan selera cinema yang tidak peduli dengan satu adegan tembak-tembakan saja, Ducournau datang dengan hasil yang memuaskan, dibantu oleh visual ciamik dari Ruben Impens, setiap adegan dirancang membuat nadi kita berdenyut kencang dengan erangan layaknya jantung seluloid tiada tanding.

Spider-Man: No Way Home berkisah tentang apa artinya menjadi seorang Peter Parker?

Balik lagi dengan gua yang punya suara tidak begitu bagus tapi mungkin bisa ini memberikan manfaat buat kalian semua. Semoga kalian sehat-sehat saja, baik-baik saja, dan dilancarkan segala aktivitas kalian hari ini. Aamiin.

Kali ini gua pengen bahas sisi pelajaran yang dapat diambil dari film yang lagi rame banget sekarang. Yo so pasti, Spider-Man: No Way Home. Jadi gak usah banyak basa-basi lagi, videonya dimulai.

Bab I
Premis

Lebih dari apapun, Peter Parker selalu menginginkan sosok seorang ayah. Tak peduli kita bicara tentang Spider-Man versi nya siapa, semuanya pasti bermula dari kematian Uncle Ben. Dosa besar yang menjadi awal mula bertumbuhnya Peter, yang juga membuat Peter terus-terusan menyalahkan dirinya atas kelalaian yang membuat sosok ayah itu hilang tuk selamanya. Kehilangan itu juga yang kemudian coba diobati dengan hadirnya sosok ayah lainnya, namun selalu berakhir gagal. Ayah seperti Norman Osborn dan Otto Octavius dalam film Sam Raimi, Curt Connors di The Amazing Spider-Man, dan panutan potensial yang berakhir hendak membunuh Peter seperti Adrian Toomes di Spider-Man: Homecoming atau Mysterio di Spider-Man: Far From Home.

Hancur berantakan adalah kata yang tepat untuk menggambarkan apa yang dialami Peter setelah yang terjadi pada post-kredit scene di Spider-Man Far From Home yang menjadi premis dimulainya multiverse di No Way Home, yang berakhir diselamatkan oleh Spider-Man pendahulunya yang datang tuk membantu Peter. Ya Tobey Maguire dan Andrew Garfield benar-benar datang.

Spider-Man No Way Home pada awalnya tampak tidak begitu peduli dengan hal emosional seperti itu. Filmnya tampak menjadi alasan untuk adanya multiverse mashup, yang mengadu Spider-Man MCU versus semua penjahat di Spider-Man sebelumnya. Pada awalnya ini bagai festival yang menyajikan fans-service tiada tanding. Namun saat masuk ke babak keduanya, No Way Home menjadi sangat terikat pada Peter Parker dan rasa kehilangannya daripada sosok Spider-Man nya itu sendiri.

 

Bab II
Spider-Man vs Peter Parker

Salah satu hal yang membedakan Peter Parker MCU dengan Peter Parker yang lain adalah kita tidak perlu melihat laba-laba radioaktif yang kebetulan menggigit Peter dan memberinya kekuatan, karena itu adalah elemen cerita yang telah kita lihat berulang kali, dan sebenarnya tidak perlu untuk diceritakan kembali. Sebaliknya, Peter Parker versi Tom Holland justru memberikan rasa kehilangan baru, yakni kematian Aunt May yang dibunuh oleh Green Goblin. Menambah luka Peter sebelumnya yang telah kehilangan Tony Stark pada Avengers Endgame, dan ditipu oleh orang kepercayaannya yakni Mysterio di Spider-Man: Far From Home.

Apa yang mengejutkan dari No Way Home bukan karena Tobey Maguire dan Andrew Garfield mengulangi peran mereka lagi, tetapi karakter mereka yang berperan besar dalam pengangkut moralitas Spider-Man dalam diri Peter Tom Holland. Tobey Maguire dan Andrew Garfield datang dengan membawa pahit kehidupan mereka sendiri. Peter Tobey Maguire menghabiskan tiga filmnya dengan penuh penderitaan atas pengorbanan yang dituntut Spider-Man darinya, kisah kelam yang ia beritahukan pada 2 versi muda dirinya itu bahwa walau semua penderitaan hilir berganti menerpa, tetap ada keindahan yang ikut serta pada akhirnya. Peter Andrew Garfield, yang trilogy filmnya harus di-cut karena Spider-Man harus muncul di MCU, kita tahu ia telah menyerah pada kemarahannya atas meninggalnya Gwen, dan secara efektif telah menyerah tuk menjadi Peter Parker dan fokus pada kehidupannya sebagai Spider-Man saja.

Namun, salah satu scene yang berdampak besar pada Peter Andrew Garfield dan salah satu scene paling gua suka juga di No Way Home, yakni ketika Peter Tobey Maguire yang adalah Peter Parker yang paling pandai menyesuaikan diri itu, memberi tahu Peter Andrew Garfield bahwa dia “Amazing”, dia luar biasa, dan mencoba membuat Peter Andrew Garfield mengatakan hal itu juga. Peter Andrew Garfield memang tidak pernah melakukannya, tetapi dalam sekejap kerentanannya, kita dapat melihat bahwa dia sangat menginginkannya.

Ini yang spesial dari No Way Home, bahwa kemunculan 2 Peter dari 2 franchise sebelumnya bukan hanya sebagai cameo yang manis, tetapi berguna untuk beradu dengan nuansa yang berbeda yang mereka bawa ke rasa sakit Peter Parker saat ini, dan bagaimana pertemuan mereka satu sama lain dapat membantu mereka tuk tumbuh. Karena bahkan Peter Tobey Maguire juga masih memiliki ruang tuk tumbuh, dan mereka sebenarnya masih sangat kesepian.

Lalu yang kembali membedakan Peter Tom Holland dari Peter lainnya bahwa Peter Tom Holland adalah Spider-Man yang direkrut menjadi seorang Avenger, dan di plot sebagai seorang yang menjengkelkan sebenarnya tapi selalu membawa suatu hal yang mengejutkan. Memiliki berbagai gadget keren dari Tony Stark yang membuat pikiran mudanya yang tajam terus berkembang dengan cara yang tidak pernah bisa dilakukan di universenya Tobey Meguire dan Andrew Garfield. Selain itu, Tom Holland juga punya versi Aunt May yang tahu dia Spider-Man dan mendukungnya. Namun saat busur tragis No Way Home telah sampai klimaksnya, Peter mengetahui bahwa semua ini tidak akan membantu dalam kesedihan pribadinya, juga tidak akan membantu siapa pun memahaminya dengan lebih baik.

Tetapi ketika Multiverse membawa tragedi baru bagi Peter, multiverse juga membuatnya merasa lebih baik, walau untuk sementara. Bekerja bersama dua versi lain dari dirinya membuatnya merasa dipahami. Untuk sementara, ia merasa memiliki saudara.

 

Bab III
Peter Parker yang Lebih Dewasa

Dengan semua momen katarsis ini, Sutradara No Way Home, Jon Watts, dan penulis skenario Chris McKenna dan Erik Sommers akhirnya memilih untuk memusatkan si bocah di balik topeng laba-laba ini untuk mulai bersikap dewasa. Ini jelas bukan kisah tentang Spider-Man, sebaliknya ini kisah tentang Peter Parker. Dan sekali lagi, Peter harus belajar pelajaran tentang comes great power comes great responsbility, bahwa salah satu cara untuk memastikan hal-hal buruk terjadi adalah dengan mengetahui bahwa kita dapat melakukan sesuatu untuk membantu orang lain, tetapi kita memilih untuk tidak melakukannya.

Spider-Man No Way Home adalah sebuah pemakaman. Bahkan saat Doctor Strange datang dengan magisnya membawa universe lain bertarung bersama Peter Tom Holland, semuanya berakhir dengan Peter kehilangan semuanya. Dalam usahanya menghindari bencana multiversal, Peter kehilangan semua gadget mewahnya karena Doctor Strange telah menghapus semua ingatan dunia tentang Peter Parker. Peter kehilangan Avengers yang mengenal dan menghormatinya, teman-teman yang mengingat namanya, dan keluarga untuk kembali. Film berakhir dengan suatu piring kosong. Bahwa Peter kini adalah Peter yang sama dengan Peter dari universe lain. Suit dari kostum buatan sendiri, memegang aplikasi pemindai polisi dan pergi melakukan apa yang dia bisa, hanya karena dia bisa.

Peter Parker tidak akan pernah mendapatkan sosok ayah seperti Uncle Ben lagi, sama seperti dia tidak akan pernah melihat dunia di mana melakukan hal yang benar tidak datang tanpa biaya yang menyakitkan. Tapi dia bisa memilih untuk bangun setiap hari dan tetap melakukannya, untuk percaya bahwa dia membuat perbedaan. Dan yang lebih penting, karena dia percaya bahwa seseorang di luar sana akan melihatnya, dan tergerak untuk melakukan hal yang sama juga.

Jadi itu saja yang bisa gua share pada kesempatan kali ini. Kalian bisa senggol dan tekan tombol subscribe di bawah karena channel ini akan banyak menjelaskan tentang nilai suatu film dari sudut yang relate dengan kehidupan kita sebagai manusia tentunya.

Akhir kata, semoga kalian sehat-sehat saja

Postingannya selesai.

Senin, 08 November 2021

KENA TIPU DEH LO🤣 - Apa itu Paper Town? || Asal Usul

Balik lagi dengan gua yang punya suara tidak begitu bagus tapi mungkin bisa ini memberikan manfaat buat kalian semua. Semoga kalian sehat-sehat saja, baik-baik saja, dan dilancarkan segala aktivitas kalian hari ini. Aamiin.

Saat pertama kali The Fault in Our Stars muncul dan meramaikan ranah sinema dunia, menyebabkan air mata dan membuat banyak cewek-cewek mengidam-idamkan Ansel Elgort sebagai cowok impian mereka, hal yang sama juga ditunggu-tunggu untuk Paper Town rilisan 2015, adaptasi dari novel best-seller nya John Green, membawa Nat Wolff dan Cara Delevingne dalam satu frame bersama memerankan Quentin dan Margo.

BAB I

Latar Belakang

Paper Town adalah film romansa Amerika Serikat rilisan 2015 yang disutradarai oleh Jake Schreier, berdasarkan novel tahun 2008 dengan judul yang sama karya John Green. Film ini berkisah tentang petualangan Quentin atau biasa dipanggil Q dalam mencari keberadaan gadis yang ia cintai yakni Margo Roth Spiegelman yang hilang dengan misterius. Dalam pencariannya itu ia akan menjalin kembali keterikatan dengan sahabat-sahabatnya di akhir masa SMA mereka dan menemukan alasan kenapa ia mencintai Margo.

BAB II

Apa itu Paper Town

Untuk beberapa orang khususnya mungkin yang tidak tinggal di Amerika mungkin bertanya-tanya apa makna dari Paper Town yang kalau di bahasa Indonesiakan artinya kota kertas. Dan apa hubungannya dengan petualangan remaja SMA? Ya menurut John Green “Paper Town adalah kota palsu yang dibuat oleh pembuat peta untuk melindungi hak ciptanya”.

Pembuat peta membuat jalan palsu, kota palsu, dan jembatan palsu di peta mereka, jadi saat mereka melihat hal-hal tersebut di peta orang lain, mereka akan tahu kalau peta mereka telah ditiru. Dan hal ini telah berlangsung berabad-abad, bahkan hingga sekarang. Google maps dan Apple maps punya banyak paper streets dan paper towns. Google sendiri punya paper Town yang cukup terkenal yakni Argleton.

Lalu kembali gua tanyakan bagaimana konsep Paper Town ini berhubungan dengan petualangan remaja SMA? John Green melalui webnya menuturkan bahwa saat ia melihat peta, ia benar-benar menemukan Agloe, Paper Town atau kota fiksi terkenal dekat New York. Dari situ ia kemudian terpikir tentang Margo, sang Paper Girl yang banyak melakukan hal-hal yang hanya Margo yang bisa melakukannya, sebagai bentuk orisinalitas dari Margo seorang. John Green melanjutkan bahwa ia ingin orang-orang memiliki definisi Paper Town nya sendiri-sendiri dan yang kemudian akan memperkuat bayangan mereka tentang sosok Margo itu.

 

Dan tibalah kita di ending filmnya, di saat si Paper Girl mencoba menemukan jati dirinya di Paper Town. The Myth of Margo Roth Spiegelman dan bagaimana berita tentang dirinya menyebar luas.

Ada yang bilang pernah melihat Margo pentas di suatu teater di New York. Ada yang bilang Margo jadi pelatih selancar di Malibu. Ya itu semua kemudian membawa keyakinan baru untuk Quentin bahwa apapun yang sedang dilakukan oleh Margo, itu pasti hal yang luar biasa.

Tapi bagi fansnya tentu ending dari Paper Town yang memang terkesan ambigu itu dikelilingi oleh banyak alternatif ending. John Green mengatakan, bahwa untuknya rasa penasaran tentang akhir suatu penggalan kisah dari satu perjalanan hidup seseorang adalah kenikmatan dalam membaca. Dia mengambil penggambaran seperti betapa bebasnya kita berbicara tentang Harry Potter dan kehidupan anak-anak nya setelah pertempuran akbar Harry melawan Valdemort. Karena ketika pembaca mulai memikirkan tentang lanjutan suatu kisah menurut dirinya sendiri maka si penulis telah berhasil merajut masa depan. Karena kisah tidak akan baik bila dijabarkan secara lengkap dan menyeluruh hingga semua karakter tua dan akhirnya mati kan?

Jadi itu saja yang bisa gua share pada kesempatan kali ini. Kalian bisa senggol dan tekan tombol subscribe di bawah karena channel ini akan banyak menjelaskan tentang nilai suatu film dari sudut yang relate dengan kehidupan kita sebagai manusia tentunya.

Akhir kata, semoga kalian sehat-sehat saja

Senin, 18 Oktober 2021

Bagaimana The Shawshank Redemption bisa menjadi film terbaik IMDb selama bertahun-tahun?

Apa film terbaik yang pernah dibuat? Ya itu pertanyaan yang sangat subjektif, atau kita terkadang mengategorikan film menjadi dua, kalau bukan yang terbaik, ya terfavorit. Dan ujungnya tetap sama, semua orang punya film terbaik atau terfavorit mereka masing-masing. Tetapi salah satu sumber informasi film terbesar di dunia yakni Internet Movie Database atau IMDb mencantumkan satu judul film yang telah bertahun-tahun berada di puncak film terbaik. Dan ia adalah The Shawshank Redemption.

Sudah 27 tahun semenjak film terbaik IMDb itu rilis di layar lebar. Ketika pertama kali rilis, gua rasa tidak ada seorang pun yang berpikiran untuk menjadikan film ini menjadi film terbaik pilihan mereka apalagi film terbaik sepanjang masa. Ya, Shawshank Redemption adalah adaptasi dari cerita pendek karya Stephen King yakni “Rita Hayworth and the Shawshank Redemption,”. Lebih lanjut berkisah tentang Bankir yang didakwa membunuh istri dan selingkuhannya dan dihukum penjara seumur hidup.

The Shawshank Redemption adalah sebuah film di mana pemerannya kebanyakan diisi laki-laki. Tokoh utamanya sendiri diperankan oleh Tim Robbins dan Morgan Freeman yang kala itu namanya belum sepopuler sekarang. The Shawshank Redemption adalah film pertamanya Frank Darabont di mana diproduksi oleh studio tingkat menengah, Castle Rock yang kala itu menerima sial karena filmnya harus bertempur langsung dengan Pulp Fiction garapan Quentin Tarantino yang melegenda dan langsung digemari. Hal itu lah yang kemudian membuat The Shawshank Redemption hanya meraih 16 juta dolar dari 25 juta dolar biaya produksi. Ya untuk box office, The Shawshank Redemption memang melempem.

Tapi sesuai judulnya yakni Redemption atau penebusan, film itu perlahan namun pasti mulai menapaki jalannya menuju kepopuleran. Meskipun performanya kurang gemilang dalam box office, namun The Shawshank Redemption meraih 7 nominasi Academy Award termasuk nominasi Best Picture. Walau sayangnya, posisi yang terbaik jatuh ke tangan Forrest Gump namun posisinya kala itu sudah cukup besar. Dan kebangkitan yang sebenarnya pun dimulai segera setelah itu.

Pada tahun 2019, mungkin sulit membayangkan ada film dengan tema perjalanan hidup seorang narapidana di penjara akan mendapatkan reaksi box-office terlepas apakah film tersebut masuk dalam nominasi oscar atau tidak. Bagi Shawshank, jalan menjadi salah satu film top sepanjang masa (setidaknya menurut sejumlah warganet) terkait dengan 2 hal: penyewaan video dan penayangan di TV. Meskipun Box-Office nya lemah, namun Warner Bros selaku yang bertanggung jawab dalam distribusinya memiliki strategi untuk mencetak 300.000 salinan VHS The Shawshank Redemption dan masif menyebarkannya ke tempat-tempat rental film di Amerika, angka yang terlalu besar bagi film yang terbukti rugi di bioskop. Namun keputusan itu terbayar lunas  dengan The Shawshank Redemption menjadi VHS terlaris tahun 1995.

Dua tahun kemudian, hak siar filmnya diambil oleh TNT di mana itu bukanlah hal yang mengejutkan karena TNT kala itu dimiliki oleh Ted Turner, orang yang sama yang perusahaannya pada tahun 1993 membeli Castle Rock Entertainment, studio yang memproduksi The Shawshank Redemption. Di era sebelum streaming film menyebar luas, mungkin cara ini lah yang paling efektif untuk memperpanjang dan memperluas umur suatu film. Dan The Shawshank Redemption menjadi film paling sering diputar di TNT dan TBS pada akhir 1990-an dan awal 2000-an.

Pada 2013, menurut sebuah firma riset, menyatakan bahwa The Shawshank Redemption telah menghabiskan 150 jam waktu tayang di TNT menyamai pencapaian Scarface nya Al Pacino dan tepat di belakangnya Mrs. Doubtfire.

Mungkin elemen yang paling mengejutkan dari ketenaran lanjutan The Shawshank Redemption adalah bahwa film ini bukanlah film yang memiliki basis penggemar berat seperti penggemar #ReleaseTheSnyderCut atau para maniak Quentin Tarantino, David Fincher, dan Christopher Nolan di mana mereka yang mengagung-agungkan gaya, karakter, dan dialog yang unik dan orisinil.

Namun, jika kita kembali ke IMDb, film terbaik sepanjang masa adalah drama penjara 142 menit yang cukup suram di mana salah satu scene paling dramatis datang ketika karakter utama diam-diam membiarkan hujan membasuh kotornya, berdiri dengan pose seorang Kristus. Tentu saja, perlu dicatat bahwa IMDb Top 250 bukan penengah kualitas yang sebenarnya dan pemeringkatannya pun berdasarkan statistik yang didorong oleh peringkat pengguna.

Dan IMDb sebenarnya itu gak begitu jelas mengenai bagaimana statistik ini dibuat. Kalian mungkin pernah melihat saat Joker langsung mendapat rating 9,8 dari 10 di IMDb segera setelah pemutaran perdananya di Venice Film Festival. Namun Shawshank Redemption dengan rating 9.2 posisinya masih adem ayem di puncak dan nama Joker bahkan tidak ditemukan di top 250. IMDb menyatakan bahwa sebuah film membutuhkan 25.000 suara untuk masuk ke dalam daftar, dan daftar tersebut didasarkan pada rumus yang mencakup nilai peringkat yang diterima dari pengguna biasa yang mungkin salah satunya adalah kalian yang mendengar ocehan gua kali ini. Yang sialnya kita sendiri tidak tahu apakah kita termasuk pemilih biasa atau tidak karena IMDb merahasiakannya.

Jadi ini mungkin sedikit membingungkan ya kan? Bagaimana bisa The Shawshank Redemption mengalahkan The Dark Knight yang padahal memiliki basis penggemar yang cukup kuat dan mungkin cukup terkoordinasi untuk bisa menaikkan peringkat film favoritnya. Bahkan film terbesarnya Marvel seperti Avengers: Endgame yang adalah film dengan pendapatan terbesar di box-office hanya bisa menembus peringkat 76.

Jika kita melihat 10 besar maka kita akan mendapati fakta bahwa tidak ada film rilisan terbaru yang ada di sana, film terbaru dari top 10 hanya The Dark Knight rilisan 2008. Judul-judul lainnya mencakup The Godfather, Pulp Fiction, dan Fight Club. Berbagai film classic Amerika tidak punya harapan tentu untuk bersaing dengan top 10. Judul sebesar Citizen Kane yang menjadi film terbaik pilihannya American Film Institute saja hanya berada di posisi 93.

Pertama kali gua nonton film ini pas gua masih SMP dan respon awal gua ya mungkin karena otak gua belum tumbuh dengan benar ya film ini boring banget dan jelas gak masuk pilihan gua untuk film terbaik. Namun setelah menontonnya lagi saat SMA dan pemikiran tentang film sebagai suatu bentuk mahakarya mulai terbuka gua mulai merasakan bahwa film ini memang memiliki nilai yang bisa menempatkannya di angka teratas film terbaik. Meskipun Morgan Freeman belum menjadi aktor yang sangat dikenal kala film ini diproduksi, namun bagaimana ia membacakan narasi di The Shawshank dan bagaimana kesinambungan hingga ending nya membuat gua mengelus dada dan merasa puas diberi kesempatan Allah menonton untuk kedua kalinya.

“Menenangkan” mungkin merupakan kata yang aneh untuk menggambarkan suatu film yang bersetting di penjara, tetapi percayalah kata itulah yang paling tepat menggambarkan The Shawshank Redemption. Suatu film yang kontradiksi, adaptasi Stephen King tanpa unsur supernatural, dan dipenuhi harapan entah bagaimana bisa terus meneguhkan namanya di puncak film terbaik yang pernah dipilih IMDb selama satu dekade lebih.

The Shawshank Redemption bukanlah produk dari salah satu sutradara besar di sejarah sinema. Film ini tidak pernah memenangkan Oscar, dan bisa sangat mudah hilang setelah rilis. Namun sama seperti era streaming yang mengangkat acara dan film tertentu ke puncak ketenaran yang tidak pernah mereka capai pada awalnya, era program TV kabel memastikan bahwa Shawshank Redemption tidak akan pernah dilupakan oleh penonton. Untuk film ini, setidaknya strategi itu berhasil.

Senin, 04 Oktober 2021

Free Guy (2021): Hanya Reynolds yang Bikin Film ini Bagus😒 || Jasa Review

Di Deadpool, Ryan Reynolds mengubah pandangan penonton tentang perawakan super hero dengan lawakan dewasanya. Sekarang, Reynolds kembali muncul di film bertema video game yakni Free Guy. Film aksi yang dikemas dengan humor yang berani dan sedikit mengganggu di beberapa kesempatan.

Free Guy tidak mengambil judul game tertentu untuk diadopsi secara penuh, Free Guy berjalan di dunia nya sendiri yakni dalam game Free City di mana dikisahkan seorang NPC atau Non Playable-Character yang bernama Guy menjalani hidup sebagaimana yang diprogramkan untuknya. Guy kemudian merasa bosan dengan kehidupannya yang begitu-begitu saja dan mulai mempertanyakan aturan dunia Free City yang begitu kejam menurutnya. Saking bosannya dengan konsep kekejaman di game Free City, Guy sampai menjadikan perampokan di bank tempat dia bekerja sebagai rutinitasnya. Namun rasa bosan itu mulai terobati setelah pertemuannya dengan seorang Player bernama Molotov Girl di persimpangan jalan yang diperankan cukup baik oleh Jodie Comer.

Agar bisa mendapatkan hati Molotov Girl, Guy mengambil kacamata seorang player agar ia bisa melihat dunia yang sama seperti yang player Free City lihat selama ini. Guy lalu menemukan dirinya dikelilingi berbagai item power-up, loot, dan mission yang membuat kita teringat penggambaran game RPG yang menyenangkan.

Guy memulai misinya dengan menggagalkan berbagai upaya perampokan di bank tempat ia bekerja, menghentikan player-player yang mengamuk di kota, dan juga membantu si pujaan hati mendapatkan hal yang ia inginkan, tidak lupa sebagai film aksi, setiap tindakan yang dilakukan Guy disuguhkan dengan beragam aksi yang memanjakan mata. Terjun payung, balapan mobil, bazoka, ledakan, perang, dan huru-hara yang dibingkai dengan cukup rapi oleh Shawn Levy selaku sutradara. Gua bilang cukup rapi karena setiap Guy berjalan di trotoar dengan senyum lebar di wajahnya, ada truk yang berjalan menghancurkan NPC lain di sebelahnya. Situasi kontras di antara keduanya itu yang kemudian membentuk dunia Free City menjadi aneh, dan terkesan lucu setiap kali melihatnya.

Reynolds adalah sosok yang sempurna untuk karakter Guy. Lewat  film ini, keterbukaan Guy tentang kegembiraan dan ketakutannya setelah menjadi player di Free City sama menyenangkannya seperti saat Reynolds berperan sebagai Deadpool, hanya mungkin minus ransel penuh senjata dan aksi-aksi pembunuhan kejam tak berakhlak saja. Sosok Reynolds saat ini sama seperti Jim Carrey yang menjadi ikon di tahun 90-an. Pada dasarnya kehadirannya pada suatu film sudah jelas mengindikasikan bahwa akan ada hiburan jenaka yang pasti keluar dari mulut Ryan Reynolds.

Dalam babak kedua filmnya, Free Guy membuka fokus penceritaan pada 2 setup kisah, yakni di Free City dan di dunia nyata dimana Molotov Girl bersama rekannya yakni Keys berjuang membongkar kebohongan dari game Free City yang secara diam-diam telah mengcopy code dari gamenya Keys yakni Free Life. Keys yang diperankan oleh Joe Kerry yang menawan di Stranger Things, kurang ekspresif dalam perannya sebagai seorang programmer game di film ini. Kehadiran Taika Waititi yang telah memukau para fans di dalam dan balik layar pun kharismanya terasa kurang tersampaikan. Itu yang kemudian membuat Free Guy saat maju ke babak ketiga pun, gua masih merasa sulit untuk bisa mendapatkan ikatan batin dengan kisah yang ada di dunia nyata. Kalau kalian gamer, mungkin penggambarannya seperti betapa bencinya kalian dengan setting present day nya Assassin’s Creed.

Adapun asmara yang dihadirkan di film ini agaknya kurang ditangani dengan baik. Sentimentalitas antara Guy dan Molotov Girl memang hadir dengan pertemuan yang lucu dan menggemaskan, sampai-sampai Molotov Girl membawa rasa bapernya itu ke dunia nyata. Tapi pada akhirnya, sisi romansa itu seperti dihilangkan begitu saja pada babak berikutnya, ini berkaitan dengan Molotov Girl yang menemukan cinta aslinya di dunia nyata. Namun sisi romansa ini sedikit tergantikan dengan kemunculan item-item ikonis di film ini. Sebut saja seperti perisai Captain America, Tangan Hulk, hingga Lightsaber. Mengingat film ini berada di naungan Disney. Tentu menyenangkan melihat item ikonis dari franchise yang kita gemari.

Dan akhirnya, Free Guy begitu menyenangkan di satu jam pertamanya, diisi dengan lelucon konyol dengan ledakan dimana-mana. Kehadiran Ryan Reynolds membawa kesenangan yang luar biasa dalam lingkungan imajinatif yang memukau yang memperlakukan game seperti negeri ajaib. Dan gua harus bilang, karena kebetulan bioskop sudah buka jadi bukan pilihan yang buruk memilik Free Guy sebagai tontonan akhir pekan kalian. Dan Free Guy gua labelin, Worth to Watch!

Oke jadi itulah review film Free Guy, semoga kalian bisa mendapatkan insight lebih terkait film ini dari gua. Dan akhir kata

Selasa, 28 September 2021

CARA HACKER MENDAPATKAN DATA KALIAN‼️ || Who Am I dan Social Engineering

Kembali lagi gua nge rewatch film yang sudah gua tonton sejak SMA. Film yang pas dulu keren abis karena ala-ala hacker begitu jadi kesannya badass. Bukan film keluaran Hollywood tapi film dari Jerman dengan Judul Who Am I: No System is Safe. God, I LOVE THIS MOVIE. Bisa dibilang film ini yang buat gua berada di posisi gua sekarang. Ya bisa dibilang, film ini yang buat gua masuk ke jurusan gua sekarang yakni Teknik Informatika. Hahaha yahh keinginan kekanak-kanakan gua buat jadi hacker profesional, walau kayaknya gak berakhir mulus sih hahaha.

Jadi balik lagi dengan gua yang punya suara gak begitu bagus tapi mungkin bisa memberikan manfaat bagi kalian semua. Semoga kalian sehat-sehat saja, kalian baik-baik saja, dan terbebas dari virus COVID-19. Aamiin.

Di postingan ini gua bakal bahas lebih lanjut tentang kisah di film Who Am I. Tentang Benjamin Engel, seorang pria aneh yang menjadi hacker profesional untuk mendapatkan pengakuan di lingkungannya.

BAB 1 – Latar Belakang

Who Am I adalah film rilisan 2014 arahan Baran bo Odar dengan judul asli Who Am I – Kein System ist Sicher. Thanks Google Translate. Bagi kalian penggiat Netflix nama Baran bo Odar mungkin tidak asing lagi karena beliau bergantian dengan Jantje Friese adalah otak di balik megahnya series Dark. Naskah film Who Am I pun ia buat juga bersama Jantje Friese.

Seperti yang gua singgung sebelumnya, film ini berkisah tentang Benjamin Engel, seorang pria asal Berlin, Jerman yang menjadi hacker untuk mendapatkan pengakuan di lingkungannya. Sosok yang memotivasinya menjadi seorang hacker adalah sosok hacker lain bernama MRX. Saat melakukan aksinya, Benjamin pernah ketahuan dan akhirnya mendapat hukuman pelayanan masyarakat, di sana ia bertemu dengan Max. Bersama Max dan 2 teman lainnya yakni Stephan dan Paul, mereka berempat mulai membentuk organisasi hacker mereka sendiri yang mereka beri nama CLAY yakni singkatan dari “Clown Laughting At You” atau bahasa Indonesianya “Badut Menertawaimu”. Berbagai aksi hacking sudah di lakukannya, tapi rupanya hal-hal itu masih dianggap sebagai hal kecil bagi MRX dan CLAY justru dibully karena hal itu. Dititik ini, Benjamin membawa egonya sendiri yang ngefans parah dengan MRX agar MRX bisa mengakui dirinya sebagai hacker. Fanatik berlebihan ini yang kemudian akan mengarahkan Benjamin dan CLAY ke jurang yang mereka tidak pernah inginkan.

“Hacking is Like Magic”

BAB 2 - Hacker

Sebagai anak Teknik Informatika, banyak teman gua yang tanya ke gua. Kenapa Hacker melakukan hacking? Apa yang mereka dapatkan dari meretas sistem orang lain? Apakah semuanya memang tentang uang? Atau ego? Nah, sebenarnya ada banyak alasan kenapa hacker meretas web, aplikasi, atau bahkan server suatu institut. Dan ini bukanlah hal yang baru. Pada awal-awal kehadiran Internet, hacker melakukan hacking ke web atau suatu services hanya untuk membuktikan bahwa mereka dapat membobol atau bahkan merusak sistem tersebut. Jadi di awal-awal kehadirannya, hacker adalah tentang ego untuk pamer tentang kemampuan mereka.

Namun di kondisi internet yang 1GB sudah bisa didownload kurang dari 1 menit seperti sekarang ini. Label hacker bukan lagi hanya tentang ego. Sebelum gua lanjut ke alasan-alasan kenapa hacker melakukan hacking, gua ingin kasih spotline dulu kalau tidak semua hacker itu jahat. Bahwa hacker itu dapat dikategorikan menjadi 3 kategori umum.

  • Black Hat Hackers:

Black Hat Hacker terkenal dalam keandalan mereka menyusup ke jaringan dan sistem dengan membuat dan menyebarkan malware ke jaringan tersebut. Pada dasarnya, mereka adalah hacker yang jahat. Mereka umumnya termotivasi oleh keuntungan moneter tetapi pada banyak kesempatan, mereka juga melakukannya untuk bersenang-senang. Siapa pun bisa menjadi Black Hat Hackers selama mereka melakukan hacking dengan motif menyebarkan malware dan mencuri data pribadi. Nah Benjamin itu termasuk hacker kategori ini.

  •        White Hat Hackers:

Bila ada hitam pasti ada putih. Bila ada yang jahat pasti ada yang baik pula. Mereka lah White Hat Hackers. White Hat Hackers kerap di kontrak oleh suatu perusahaan atau lembaga untuk memeriksa kerentanan keamanan sistem mereka. White Hat Hacker menerapkan teknik keamanan siber yang umum dikenal seperti pengujian, penetrasi, dan menilai kerentanan menyeluruh untuk memastikan bahwa sistem keamanan suatu sistem berjalan dengan baik. Q di James Bond adalah contoh dari White Hat Hackers.

  • Gray Hat Hackers

Dan ditengah hitam dan putih ada abu-abu. Gray Hat Hacker pada umumnya meretas suatu sistem tanpa minta izin sebelumnya, dan dia akan melaporkan bagaimana mereka bisa meretas suatu sistem ke lembaga terkait. Kalau menurut Gray Hat Hackers si lembaga tidak memberikan reward sesuai dengan yang mereka anggap pantas, maka mereka akan mengancam untuk mengeksploitasi data yang mereka dapat ke publik.

Oke, karena Who Am I itu tipe hacker yang Black Hat Hackers ya kan, jadi kita bakal banyak bahas yang Black Hat Hackers di postingan ini. Black Hat Hackers memiliki banyak motif untuk melakukan tindak kejahatan. Diantaranya:

  • Make a Point

Para hacker yang termasuk dalam kategori ini sangat menarik. Mereka tidak peduli pada uang dan data, mereka memiliki tujuan hidup yang lebih tinggi. Yakni tuk menegaskan beberapa hal. Biasanya hacker dengan tujuan seperti ini hanya ingin menyebutkan pendapat mereka tentang suatu services dan menganggap services itu tidak bermoral.

  • Uang

Ini adalah alasan paling jelas tentunya. Everyone wants money. Contoh besarnya ya seperti WannaCry, Ransomware yang menyerang banyak negara itu menuntut komputer yang dia serang untuk menebus data mereka yang telah dikunci oleh WannaCry dengan memberikan mereka bitcoin dalam jumlah tertentu. Praktik lainnya juga bisa dengan meretas smartphone suatu pengguna dan memanfaatkan identitas pribasi si pengguna untuk membeli rumah, mengambil pinjaman, dll.

  • Tujuan Tertentu: Idealisme, dan Politik

Banyak hacker terdorong oleh tujuan tertentu. Terkadang mereka menjadi sosok idealis ketika ia ditangkap sih. Namun banyak di antara mereka yang memang menjadi sosok yang idealis untuk menempatkan dirinya sendiri untuk mengekspos ketidakadilan di lingkungannya. Biasanya target utama orang dengan tujuan seperti ini ya pemerintah. Selain pemerintah mereka juga kerap menargetkan kelompok agama, atau gerakan yang mempromosikan agenda tertentu yang tidak sejalan dengan pola pikir mereka.

Dan CLAY adalah kelompok hacker yang awalnya dibentuk untuk keperluan pamer doang sebenarnya. Tapi keahlian mereka mulai dialihkan dengan mencari kekayaan seperti contohnya bagaimana Max bisa memenangkan hadiah undian mobil dengan cara memutus semua sambungan telepon yang tertuju ke pemilik acara kecuali telpon darinya. Dari kesenangan-kesenangan itu CLAY mulai menargetkan hal yang lebih mengerucut lagi. Ego dari Benjamin untuk membuktikan kehebatannya pada MRX membawa CLAY dan dirinya pada posisi yang kurang menyenangkan. CLAY menjadi buronan internasional karena blunder fatal yang dilakukan Benjamin. Benjamin memberikan berkas nama-nama pegawai di BND kepada MRX, BND itu lembaga Intelijen Jerman, dimana diceritakan CLAY meretas server BND untuk membuat MRX kagum dan sebagai hadiah kecil Benjamin menambahkan hadiah berupa nama-nama pegawai BND ke MRX. Sialnya, MRX justru menjual hal itu ke salah satu Russia Cyber Mafia dan membuat Russian Cyber Mafia tersebut mengetahui bahwa ada anggota FRI13NDS yakni Krypton yang rupanya telah bekerja sama dengan BND. Disitulah CLAY menjadi sorotan karena kematian Krypton disangkut pautkan dengan penyerangan CLAY ke BND sebelumnya.

Akibatnya, Max, Paul, dan Stephen pun terbunuh. Benjamin yang tidak mau mati juga akhirnya menyerahkan dirinya ke Europol dan meminta hak perlindungan saksi untuk membocorkan semua yang ia tahu tentang MRX dan lain-lainnya. Berkat bantuan Benjamin dan kecerdikannya, Europol akhirnya bisa menangkap MRX yang rupanya adalah pemuda asal New York berusia 19 tahun.

Pada awalnya semua berjalan lancar, namun kepala Europol investigator cybercrime, Hanne Lindberg menyadari bahwa ada kejanggalan di setiap hal ceritanya Benjamin. Hanne melakukan penyelidikan sendiri tentang Benjamin dan membuat ia menarik kesimpulan kalau apa yang diceritakan Benjamin selama ini padanya adalah sebuah kebohongan. Bukan karena Benjamin ingin membohongi Hanne tapi karena Benjamin yang tidak bisa membedakan antara hal yang nyata dan yang tidak nyata. Lebih tepatnya, Benjamin mengalami gangguan jiwa yakni kepribadian ganda.

Sosok Max, Stephen, dan Paul adalah Benjamin sendiri. Benjamin membuat kepribadian Max, Stephen, dan Paul untuk menghibur dirinya sendiri dan agar ia merasa mendapatkan pengakuan dan kehadirannya diinginkan oleh orang lain. Benjamin membantah bahwa ia tidak memiliki penyakit seperti itu. Karena bila Benjamin terbukti memiliki penyakit kejiwaan, maka segala kesaksiannya selama ini tidak dapat diperhitungkan dan hak perlindungan saksi pun batal.

Benjamin mengemis-ngemis agar Hanne bisa membantunya, bila tidak Benjamin takut ia akan dibunuh juga oleh FR13NDS. Hanne yang merasa iba pada Benjamin lalu memberi Benjamin kesempatan dengan menghapus membawa Benjamin ke ruangan server dan menyuruh Benjamin menghapus data pribadinya.

Benjamin pun melakukannya dan dia pun bebas. Saat melepaskan Benjamin disinilah Hanne baru menyadari satu hal bahwa selama ini dia telah di retas oleh Benjamin. Ini adalah fase baru dalam dunia hacking yakni Social Hacking.

BAB III – Social Engineering

Film ini benar-benar memberikan gua ending film yang plot twist yang ngetwist abis. Hahaha

Oke-oke, jadi apa itu Social Engineering? Social engineering atau rekayasa sosial, adalah sebuah teknik manipulasi yang memanfaatkan kesalahan manusia untuk mendapatkan akses pada informasi pribadi atau data-data berharga. Dalam dunia cybercrime, jenis penipuan human hacking seperti ini dapat memikat pengguna untuk tidak menaruh curiga sama sekali pada pelaku. Human hacking itu kayak kalian dihipnotis tapi kalian tidak sadar kalau kalian sedang dihipnotis. Jadi jatuhnya kayak high levelnya menipu lah.

Di Who Am I, setelah Benjamin ketahuan oleh FR13NDS, dia langsung memberitahu Max, Stephen, dan Paul tentang itu. Dan ya, Max, Stephen, dan Paul itu bukanlah sosok fiktif khayalannya Benjamin, tapi memang orang yang benar-benar ada. Karena sudah tidak tahu apa yang harus dilakukan lagi, Max memberi ide bahwa target yang harus mereka kalahkan pada pertempuran kali ini itu MRX, jadi cara mereka adalah bekerja sama dengan Europol untuk menangkap MRX dan mengekspos FR13NDS. Jadi jatuhnya MRX dan FR13NDS bakalan di tangkap Europol dan CLAY akan bebas.

Tapi untuk melakukan itu, mereka harus melakukan social engineering ke Hanne Lindberg selaku kepala investigator cybercrime nya Europol. Benjamin yang memang memiliki background penyakit dari orang tuanya yang memiliki kelainan kejiwaan yakni kepribadian ganda akan diplot sebagai orang yang memiliki kepribadian ganda juga. Cara ini dilakukan karena apabila Benjamin langsung datang aja dan minta hak perlindungan saksi ke Europol dengan imbalan akan membantu menangkap MRX, mungkin Europol akan menyetujuinya, tapi Benjamin dan CLAY tidak akan pernah bebas dan akan terus dikekang oleh Europol. Jadi untuk bisa kembali bebas seperti sebelumnya, Benjamin harus memanipulasi Hanne untuk merasa iba kepada Benjamin dan kemudian memperbolehkan Benjamin untuk menghilang dan mengurus dirinya sendiri. Jadi jatuhnya sih kalau menurut gua cara ini itu Win to Win sih untuk CLAY dan Europol.

Dan film ini benar-benar membuka pemikiran gua lebih jauh tentang sosok hacker dan bagaimana mereka bisa mengekspos kerentanan seorang manusia. Hacker yang sudah ahli di bidangnya tidak hanya mencoba membobol komputer target terus sudah itu saja. Kemampuan mereka ter gambarkan dengan cukup jelas melalui film ini bagaimana kita sebagai manusia tergolong makhluk yang pada dasarnya mudah memberikan kepercayaan kepada orang, dengan beberapa alasan saja pribadi seseorang bisa terbongkar keseluruhan datanya dan membuat dia menjadi korban yang tak tahu apa-apa dan meninggalkan dirinya dan kebodohannya saja yang saling menyalah-nyalahkan.