Pada tanggal 18 Januari 2008,
monster raksasa bernama Clover terbangun dari tidurnya dan mendapati dirinya
terpisah dari ibunya. Clover lalu muncul di tengah-tengah kota New York dan
membuat semua warga di New York berada dalam ketakutan dan kengerian yang tidak
pernah mereka bayangkan sebelumnya. Setidaknya itulah cerita yang ditawarkan
dari film garapan Matt Reeves yang satu ini, tapi sebenarnya apa yang menjadi
nilai jual utama dari film dengan anggaran minim ini adalah sesuatu yang lebih
besar lagi. Yakni tentang bagaimana seseorang berpikir kreatif, untuk bisa
membuat filmnya menjadi viral.
Melalui beberapa langkah yang cukup sederhana, namun sangat terukur, mereka sukses mengangkat nilai jual Cloverfield hingga hari ini sudah ada 3 film dari franchise ini. Lalu sebenarnya bagaimana film ini bisa mengubah cara pandang film marketing dunia?
Kapan Pemasaran
Sebenarnya Dimulai
Kalian pasti sering mendapati suatu
film blockbuster dipromosikan sejak jauh-jauh hari, seringnya sih satu tahun
sebelum filmnya resmi rilis. Ambillah contoh film Transformers pertama yang
dipromosikan dengan cukup baik oleh Paramount. Hampir setahun penuh sebelum
tanggal 4 juli 2007, Paramount mengeluarkan teaser yang memberi kabar penduduk
bumi bahwa Optimus Prime bakalan mampir buat silahturahmi dengan mereka. Lalu
bagaimana dengan Cloverfield? Hingga filmnya rilis, Cloverfield dipasarkan dengan
sangat samar-samar ke publik. Bahkan saat trailer pertamanya keluar, tidak ada
judul yang diberikan Paramount ke publik.
Apa yang ditunjukkan di trailer
pertama Cloverfield adalah bagaimana manusia memang bertahan hidup ketika
monster berkunjung ke permukaan. Yang dibutuhkan dari film ini hanyalah patung
liberty di penggal lalu dilempar ke sana kemari, dan teriakan seseorang yang
mengatakan “Aku melihatnya! Dia hidup! Besar sekali!” Sudah, itu sudah
menunjukkan bahwa film ini diproyeksikan untuk menentang kedigdayaan
Godzilla.
Pada akhirnya semua cuplikan di trailer
Cloverfield adalah pendekatan misterius yang dilakukan oleh J.J. Abrams selaku
produser film ini yang ia jual ke para penonton. Berbeda dengan Transformers
yang terus menggempar-gemborkan semua main characternya seperti Optimus Prime,
Bumblebee, hingga Megatron. Trailer Cloverfield hanya menunjukkan teriakan,
kecemasan, hingga kehancuran yang disebabkan oleh monster yang tidak diketahui
wujudnya hingga kita menonton langsung filmnya. Kurangnya informasi ini yang
kemudian mengundang penonton untuk ikut mencari tahu dan bersemangat ke bioskop
untuk menonton film ini.
Lalu dari mana mereka mendapatkan
ide untuk membuat trailer film seperti itu? Dalam sebuah interview dengan
Coming Soon, Matt Reeves selaku sutradara film Cloverfield berbagi kisahnya
saat masih kecil tepatnya saat ia melihat promosi film Close Encounters of the
Third Kind arahan Steven Spielberg di bioskop. Trailer film itu ditunjukkan
dengan banyak menimbulkan pertanyaan, seperti narator dengan suara menakutkan
dan rekaman dokumenter yang aneh. Setelah menonton trailer, itu Matt Reeves
muda langsung bilang “Gua bakalan nonton film ini pokoknya!”
Walau kemudian, Close Encounters of
the Third Kind memberikan trailer yang cukup memberikan detail tentang apa yang
manusia hadapi. Trailer Cloverfield sesungguhnya mengadopsi cara Close
Encounters of the Third Kind dipromosikan, hanya Cloverfield melakukannya
dengan cara yang lebih gila. Karena banyak sekali detail kecil dari suara hingga
tulisan di layar yang harus kita perhatikan baik-baik untuk mencerna. “OOO, ini
maksudnya!”
Apa yang
Ditunjukkan... Dan Apa yang Tidak Ditunjukkan
Satu hal yang penting untuk
dipromosikan dari film monster adalah monsternya. Terlebih setelah kurangnya
film bertema monster yang muncul di Hollywood yang kemudian memicu api
imajinasi untuk penonton di seluruh dunia. Di poster filmnya sendiri, alih-alih
menggoda penonton dengan mata, ekor, atau bahkan bayangan monsternya,
Cloverfield hanya memberi kita gambaran tentang kerusakan yang ditimbulkan
Clover pada kota New York, yang terdiri dari 2 gambar utama yakni patung
liberty yang dipenggal dan reruntuhan kota New York yang kacau balau. Poster
ini seakan-akan memberitahu kita bahwa Clover baru saja bertamasya di New York
dan lupa beresin kekacauan yang ia buat.
Dan strategi ini bekerja
dengan sangat baik sehingga memicu berbagai spekulasi ngaur yang mengembang di
internet. Masyarakat dunia mulai berpikir bahwa Cloverfield adalah remake dari
film Godzilla atau Voltron. Matt Reeves sendiri sampai ketakutan jangan sampai
filmnya tidak sesuai dengan apa yang sudah dispekulasikan orang-orang dan
akhirnya berujung mengecewakan penonton.
Dengan mengabaikan bintang utama
filmnya yakni monster Clover, masyarakat hanya tahu kalau Cloverfield hanyalah
“film monster” yang secara efektif menjadi satu teka-teki gambar besar untuk
dipikirkan semua orang. Seperti bagaimana wujud asli monster ini? kenapa dia
menyerang New York? Dan siapa orang yang memegang handcam? Dan lain sebagainya.
Bagaimana
Pemasaran Melaju Di Atas dan Selebihnya
Apa yang baru saya jelaskan itu
baru bagaimana Cloverfield dipasarkan secara tradisional, tapi pemasaran
Cloverfield lebih dari sekedar itu. Dengan informasi yang terbatas dari
trailernya, orang-orang yang penasaran tentu akan mulai mencari tahu seperti
apa filmnya sebenarnya dan mereka mencoba mencarinya di internet. Kuncinya
adalah, orang-orang harus tahu bagaimana cara menemukannya. J.J. Abrams lalu
membuat situs web dari perusahaan fiktif buatannya yakni Slusho, perusahaan
minuman dingin yang adalah anak perusahaan dari perusahaan induk yakni Tagruato
yang memiliki peran di dalam film Cloverfield dan juga memuat informasi fiktif
tentang teroris lingkungan yang dikenal sebagai T.I.D.O. dari sini, masyarakat
mulai membentuk cerita tentang seperti apa Clover sebenarnya dan dari mana
asalnya. Hal-hal yang dilakukan J.J. Abrams itu kemudian dikenal sebagai
Alternate Reality Game atau ARG.
Namun, ARG untuk film Cloverfield
memberitahu penontonnya tentang dunia yang ditinggali Clover tanpa harus
membocorkan informasi penting dari filmnya. Semua cerita di film Cloverfield
digambarkan disebabkan oleh pengeboran laut atau eksperimen rahasia yang
dilakukan perusahaan Tagruato. Semua info yang didapatkan penonton kemudian
diurai dan terus memunculkan spekulasi-spekulasi baru. Kalian bisa melihat
keseluruhan video rekaman runtuhnya tambang pengeboran laut Tagruato di kartu
di atas kanan video ini.
Tidak berhenti di situ, kita bahkan
bisa menemukan akun media sosial dari karakter-karakter di film Cloverfield di
MySpace. Kita bisa melihat akun dari Rob, Marlena, Beth, dan Hud yang tampak
cukup valid dan menunjukkan bahwa mereka adalah karakter yang memang ada di
dunia nyata dan bukan fiktif. Jadi bagaimana film ini mengembangkan sayapnya
adalah dengan cara filmnya dimasukkan ke dalam ARG dan kemudian ARG dimasukkan
ke dalam filmnya. Cara yang sama juga dilakukan oleh The Dark Knight, film
Batman arahan Christopher Nolan yang menyebarkan kampanye viral “Why So Serious”
di seluruh dunia. Info lebih lanjut mengenai ARG film Cloverfield bisa kalian
tonton melalui kartu di video ini.
Jadi kesimpulannya adalah, bila saat ini kalian sedang menanti-nanti info terbaru dari film kesayangan kalian, bisa jadi film kesayangan kalian itu melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan Cloverfield. Tidak menyebarkan update information secara tersurat, tapi melalui perantara ARG yang memusingkan dan membuat kepala rasanya ingin pecah wkwkwkwk. Menarik untuk terus mengikuti bagaimana franchise Cloverfield ini akan dibawa ke depannya setelah Cloverfield Paradox rampung dengan membawa satu pertanyaan baru.
0 Comments: