Rabu, 14 Juli 2021

Raya and the Last Dragon: Kenapa sekarang adalah waktu yang tepat untuk mengistirahatkan “Asian” sebagai kategori film.

Raya and the Last Dragon seharusnya bisa menjadi suatu bentuk perayaan karena akhirnya Hollywood memiliki film animasi yang seluruh pemerannya adalah keturunan Asia. Keinginan menonton film ini datang setelah melihat kesuksesan film-film Asia di ranah Oscar tahun ini, sebut saja Nomadland yang disutradarai kloui Zhao, seorang wanita keturunan China yang meraih best director dan filmnya dinobatkan sebagai best picture di Oscar 2021. Youn Yuh-jung di Minari juga yang mendapat Best Supporting Acress Oscar 2021. Tapi dari semua hal itu, apakah dengan bergulirnya waktu, kategori “Asian” dalam kategori film perlahan akan terkikis?

Raya and the Last Dragon memperlihatkan betapa tidak membantunya kata “Asian” bagi dunia film. Berlatar belakang di dunia fiksi Kumandra, yang terasa sangat Asia Tenggara. Animation Artist film ini sendiri mengaku kalau mereka terinspirasi membuat Kumandra setelah meneliti budaya di Vietnam, Laos, Kamboja, Thailand, Malaysia, dan Indonesia. Hal itu tercermin dalam detail visual yang amat rinci, seperti pada arsitektur, lanskap, makanan, senjata, kostum, dan juga warna. Setidaknya bagi mata orang luar, yang dilakukan para animation artist adalah suatu hal yang hebat dan terhormat.

Satu masalah kemudian muncul: bahwa selain Tran (yang orang tuanya berasal dari Vietnam), sebagian besar pengisi suara Raya and the Last Dragon adalah mereka yang berdarah China atau Korea – jadi secara umum mereka adalah orang Asia Timur bukan Asia Tenggara. Langkah itu kemudian menuai beragam kritikan online. Satu surat terbuka untuk Disney dari California University yang mengawan, bahwa menolak Raya and the Last Dragon sebagai “representasi nyata Asia”.

Dalam pembelaan Disney, mereka menjelaskan kalau banyak anggota tim produksi dari Raya and the Last Dragon adalah orang-orang Asia Tenggara, termasuk penulis Qui Nguyen dan Adele Lim. Namun masalah ini diperparah oleh latar fiksi Raya, yang secara jelas menyatukan wilayah yang sangat beragam di dunia ini. Disney sebelumnya banyak memproduksi film yang merepresentasikan kondisi geografis suatu wilayah, sebut saja Aladdin yang berlatarkan “Agrabah”, semacam tempat di Arab dan “Motunui” nya Moana yang mewakili wilayah Polinesia. Namun kedua film itu jelas tidak merepresentasikan budaya suatu negara secara jelas.

Sebaliknya, kisah Disney Eropa justru terasa lebih spesifik: Brave dari Skotlandia, dan Beauty and the Beast dari prancis. Bagaimana perasaan kalian ketika budaya khas dari negara kalian dicampur padukan dengan budaya dari negara lain? katakanlah seperti mencampur budaya Inggris, Prancis, dan Jerman yang tentu tidak ada kesamaan sama sekali.

Mungkin secara umum “Asia Tenggara” adalah suatu bentuk kemajuan dibandingkan hanya sekedar “Asia” saja. Beberapa orang di Twitter juga menyatakan kegembiraan mereka karena budaya dari negara mereka akhirnya dilihat oleh Hollywood. Ini adalah garis tipis antara representasi dan apropriasi. Meski begitu, Disney setidaknya siap untuk mencoba melangkah kedepan.

Previous Post
Next Post

0 Comments: